Hai.. hai.. hai..
Dikarenakan belum ada tanda-tanda si "bapak api" ngajakin pulang jadi lanjut ngelindur aja ya.
Kali ini apa lagi?
Gak ada lagi? Iya emang di kepala gue udah gak kepikiran mau ngerecokin apa tapi ini gue paksa-paksain biar gak ngantuk aja maklum ini kan lagi di tempat umum, gengsi dong cowok sekeren gue jam segini udah keliatan ngantuk atau bahkan tidur. *uhuk*
Bahas apaan ya?
Gimana kalau tentang privasi yang kadang bukan lagi privasi kala era digital menuntut publikasi.
Ini harus gue akuin, gue terinspiras dari mantan gue yang gak perlu gue sebutin namanya karena gue gak mau ntar timbul opini-opini nakal kalian. Hahaha...
Ya kalau do'i ngebaca post gue ini, gue harap do'i seneng. Hehe..
Ngomongin privasi yang terpublikasi emang selalu menarik, coba deh liat-liat lagi di sekitar kita, ada banyak hal yang mestinya gak perlu dipublikasiin tapi dipublikasiin, dari hal kecil sampe yang gede, ini bukan ngomongin "anu" ya, Bukan!
Kalau kita tarik lagi ke belakang, apa kita dulu foto-foto dulu sebelum makan? ngepost dulu? gak kan? sebelum era digital mewabah semua tampak fine-fine aja, emang sih gak ada masalah ngeshare hal-hal demikian tapi yaudalah kita tinggalin soal foto sebelum makan. Mari beranjak ke poin yang levelnya lbh tinggi lagi, di era ini sangat mudah bagi kita untuk tahu isi hati seseorang atau kondisi seseorang, kenapa? ya karna publikasi itu sendiri. Bahkan ironisnya ada aja oknum yang sampe publikasiin hal yang bener-bener detail yang gak seharusnya jadi konsumsi publik. Kesalahan dalam menafsirkan gaul, eksis yang jadi dalang akan hal tersebut. Kenapa? karena ada aja pemikiran kurang eksi kalau gak ngepost apa-apa aja kegiatan, keadaan ke sosmed. Ada hal yang perlu dan tak perlu, dua hal yang harus dipahami betul, kebanyakan oknum hanya ikut-ikutan trend dan pemahaman yang keliru.
Trus kalau elu lagi sedih, galau gitu. dunia harus tau?
Dan lucunya ntar kalau direcokin orang lain kemudian jadi risih sendiri, lah salah siapa coba yang asal ngeshare ke publik. Kemudian muncul pembelaan "ini akun gue, suka-suka gue mau ngeshare apa aja". Nah itu kan kampret! Hahaha *ketawa jahat*
Yakali ada orang yang salah mau ngaku salah, yang ada hanyalah pembenaran. Kita hidup di negeri dimana suatu kesalahan akan selalu ada pembenarannya.
Seringkali ada juga oknum ngepost hal yang sifatnya sensitif, kenapa gitu ya?
Apa karena eranya? jangan salahin era, era gak tau apa-apa kok, beneran deh.
Sama kayak yang gue bilang sebelumnya, keliru jadi kambing hitam untuk hal ini. keliru menematkan hal yang bersifat privasi ke ranah publik.
Ngomongin privasi yang terpublikasi emang gak ada habisnya di era digital ini, ya mau gimana lagi. Bagi mereka yang bener menafsirkan bakal bertahan dari gerusan ilusi akan tuntutan publikasi. Dan bagi yang yang gak bener nafsirin bakal tergerus habis akan tuntutan publikasi yang semu, yang mereka ciptain sendiri.
Jika ada pembenaran akan tuntutan publikasi yang menyebabkan privasi dipublikasikan maka sebenarnya itu hanyalah ilusi. Tak ada tuntutan seperti itu, mindsetlah yang jadi dalangnya, kesalahan mengartikan. Seolah era ini era tanpa privasi, segalanya terpublikasi.
Tapi, gak mutlak kok, akan tetap ada yang bener-bener menjada privasinya. Balik lagi ke masing-masing individu dalam menyikapi era publikasi ini, iya sengaja gue sebut "era publikasi" gak apa-apa kan?
Hehehe..
Ini gue makin laper aja, kapan baliknya ini???
Tulisan gue juga makin gak jelas juntrungannya. Hahaha
Maapin mantanmu ini *sungkem*
Jadi, privasi dan publikasi di era ini hampir tak ada batasan, kenapa? tanyakan pada diri kita masing-masing. Mari introspeksi diri masing-masing, sudahkah kita menempatkan privasi kita pada tempatnya?
"Privasi sejatinya adalah hal yang bersifat rahasia dan tersimpan rapat pada diri kita, Jika benar privasi maka tempatkan pada tempatnya"-Ibaad, bungkusanpermen
Well, that's all guys. See ya!
Dikarenakan belum ada tanda-tanda si "bapak api" ngajakin pulang jadi lanjut ngelindur aja ya.
Kali ini apa lagi?
Gak ada lagi? Iya emang di kepala gue udah gak kepikiran mau ngerecokin apa tapi ini gue paksa-paksain biar gak ngantuk aja maklum ini kan lagi di tempat umum, gengsi dong cowok sekeren gue jam segini udah keliatan ngantuk atau bahkan tidur. *uhuk*
Bahas apaan ya?
Gimana kalau tentang privasi yang kadang bukan lagi privasi kala era digital menuntut publikasi.
Ini harus gue akuin, gue terinspiras dari mantan gue yang gak perlu gue sebutin namanya karena gue gak mau ntar timbul opini-opini nakal kalian. Hahaha...
Ya kalau do'i ngebaca post gue ini, gue harap do'i seneng. Hehe..
Ngomongin privasi yang terpublikasi emang selalu menarik, coba deh liat-liat lagi di sekitar kita, ada banyak hal yang mestinya gak perlu dipublikasiin tapi dipublikasiin, dari hal kecil sampe yang gede, ini bukan ngomongin "anu" ya, Bukan!
Kalau kita tarik lagi ke belakang, apa kita dulu foto-foto dulu sebelum makan? ngepost dulu? gak kan? sebelum era digital mewabah semua tampak fine-fine aja, emang sih gak ada masalah ngeshare hal-hal demikian tapi yaudalah kita tinggalin soal foto sebelum makan. Mari beranjak ke poin yang levelnya lbh tinggi lagi, di era ini sangat mudah bagi kita untuk tahu isi hati seseorang atau kondisi seseorang, kenapa? ya karna publikasi itu sendiri. Bahkan ironisnya ada aja oknum yang sampe publikasiin hal yang bener-bener detail yang gak seharusnya jadi konsumsi publik. Kesalahan dalam menafsirkan gaul, eksis yang jadi dalang akan hal tersebut. Kenapa? karena ada aja pemikiran kurang eksi kalau gak ngepost apa-apa aja kegiatan, keadaan ke sosmed. Ada hal yang perlu dan tak perlu, dua hal yang harus dipahami betul, kebanyakan oknum hanya ikut-ikutan trend dan pemahaman yang keliru.
Trus kalau elu lagi sedih, galau gitu. dunia harus tau?
Dan lucunya ntar kalau direcokin orang lain kemudian jadi risih sendiri, lah salah siapa coba yang asal ngeshare ke publik. Kemudian muncul pembelaan "ini akun gue, suka-suka gue mau ngeshare apa aja". Nah itu kan kampret! Hahaha *ketawa jahat*
Yakali ada orang yang salah mau ngaku salah, yang ada hanyalah pembenaran. Kita hidup di negeri dimana suatu kesalahan akan selalu ada pembenarannya.
Seringkali ada juga oknum ngepost hal yang sifatnya sensitif, kenapa gitu ya?
Apa karena eranya? jangan salahin era, era gak tau apa-apa kok, beneran deh.
Sama kayak yang gue bilang sebelumnya, keliru jadi kambing hitam untuk hal ini. keliru menematkan hal yang bersifat privasi ke ranah publik.
Ngomongin privasi yang terpublikasi emang gak ada habisnya di era digital ini, ya mau gimana lagi. Bagi mereka yang bener menafsirkan bakal bertahan dari gerusan ilusi akan tuntutan publikasi. Dan bagi yang yang gak bener nafsirin bakal tergerus habis akan tuntutan publikasi yang semu, yang mereka ciptain sendiri.
Jika ada pembenaran akan tuntutan publikasi yang menyebabkan privasi dipublikasikan maka sebenarnya itu hanyalah ilusi. Tak ada tuntutan seperti itu, mindsetlah yang jadi dalangnya, kesalahan mengartikan. Seolah era ini era tanpa privasi, segalanya terpublikasi.
Tapi, gak mutlak kok, akan tetap ada yang bener-bener menjada privasinya. Balik lagi ke masing-masing individu dalam menyikapi era publikasi ini, iya sengaja gue sebut "era publikasi" gak apa-apa kan?
Hehehe..
Ini gue makin laper aja, kapan baliknya ini???
Tulisan gue juga makin gak jelas juntrungannya. Hahaha
Maapin mantanmu ini *sungkem*
Jadi, privasi dan publikasi di era ini hampir tak ada batasan, kenapa? tanyakan pada diri kita masing-masing. Mari introspeksi diri masing-masing, sudahkah kita menempatkan privasi kita pada tempatnya?
"Privasi sejatinya adalah hal yang bersifat rahasia dan tersimpan rapat pada diri kita, Jika benar privasi maka tempatkan pada tempatnya"-Ibaad, bungkusanpermen
Well, that's all guys. See ya!